Scoliosis Changed My Whole Life



Yes, it happened. Honestly ngga ada SATUPUN keuntungan menjadi penderita scoliosis, baik berupa fisik atau materi, NGGA ADA.

First of all, kita flashback dulu.
 
Source: Google




Pertama kali aku merasa kalau aku punya scoliosis, itu pas aku SMP sekitar tahun 2012-an. Apasih scoliosis itu? Scoliosis itu adalah nama suatu penyakit dimana keadaan tulang belakang yang ada di punggung kita itu ngga lurus, melainkan bengkok gitu lah kasarnya.
Rontgen ke-1, Januari 2013, atas 40 derajat-bawah 33 derajat

Aku sama sekali ngga tau apa aja gejala nya, trus ada yang bilang ke aku; “kayanya lo scoliosis deh.” Terus aku bilang ke ibu, ngga percaya dong. Like, apasih? Kok tiba-tiba? Dan aku pun ngga langsung rontgen. Butuh tahapan/proses yang cukup ribet dan panjang sampai akhirnya aku rontgen untuk yang pertama kalinya di salah satu rumah sakit di daerah Pasar Minggu.

Sampai sekarang, aku masih inget kalimat yang keluar dari mulut sang dokter waktu pertama hasil rontgen ku keluar; “ini pilihannya cuma 2, mau operasi atau operasi?” nahloh, panik? Iyalah. Operasi tulang itu ngga main-main harganya dan proses pemulihannya juga ngga sebentar, sementara waktu itu aku mau UN. Kenapa dokternya bilang begitu? Karena kemiringan dari tulang ku itu udah mencapai 40 derajat, dan artinya sudah masuk ke tingkat “parah”.

Sedih? Ngga usah ditanya berapa kali aku mikir “kenapa bisa gini?”
Source: Google

Akhirnya dokter pun menganjurkan aku untuk ke tempat penyembuhan scoliosis gitu di daerah kuningan. Jadi itu adalah tempat yang menyediakan alat untuk menyembuhkan scoliosis. Alatnya itu disebut “brace”, kayak korset, ada beberapa tali pipih elastis yang diikaitkan ke badan kita, sesuai kemiringan dari si tulang kita itu. Susah ya ngebayanginnya? Ya pokoknya gini deh hahaha.

Rasanya gimana? Lebih sakit dari di php-in cowok.
Sakit, sesek, panas, nyiksa deh pokoknya. Jadi susah gerak, susah napas, agak males makan karena perut kita kan ketahan gitu. Berapa lama pake alatnya? Sehari 20 jam… tidur pun dipake, cuma mandi aja yang dilepas plus kalau kita pingin istirahat aja. Oiya, kalau haid ngga bisa dipakai, karena dia alatnya ngga seperti pakai celana kayak biasanya, jadi susah kalau pas lagi haid.

Untuk biaya, pricey banget. Untuk seperangkat brace itu bisa 25 juta untuk 1/1.5 tahun kalau ga salah, bahkan mungkin bisa lebih. Dan untuk sekali control bisa 1.5 juta karena dokternya orang Singapore, jadi agak mahal. Dan untuk mengukur kemiringan tulang dari luar itu emang susah, makanya mahal.
Rontgen ke-2, Februari 2013, atas 36 derajat-bawah 23 derajat

Rontgen ke-3 September 2013, atas 38 derajat-bawah 26 derajat

Aku cuma pakai hampir 2 tahun. Kenapa? Pertama, aku ngga nyalahin dokternya atau tempatnya, tapi aku ngerasa memang tulangku ini udah susah untuk kembali ke bentuk awal. Butuh bertahun-tahun kalau pakai brace itu. Kedua, mahal nya ngga tahan. aku juga pernah nyoba minum obat gitu, cuma tetep ngga ngaruh ke si tulang. mungkin karena emang tulangku udah miring banget, jadi aku berhenti minum obat itu. Aku gamau uang terbuang tapi hasil ngga maksimal. Setidaknya aku udah coba pakai, tapi memang kalau udah susah mau diapain?

Aku ngga bisa nyalahin siapa-siapa. Semua salah, dan benar juga.
Dan ternyata aku menyadari bahwa gejala-gejala scoliosis itu udah aku alami dari jaman aku SD.

Pertama, dulu pas SD kalau aku duduk di closet toilet, pasti perutku yang kelipat hanya bagian kiri, sedangkan yang kanan ngga kelipat. (dulu sd agak gemuk jadi perut berlipat ganda haha).
Kedua, pas di SD itu ada jendela yang bisa dijadiin cermin, dan kalau pulang sekolah pasti aku selalu lewat situ, dan heran kenapa bahu ku naik sebelah?
Ketiga, pas aku kelas 5 SD, guru olah raga ku pernah bilang; “punggung kamu kok besar sebelah?”
Keempat, pas aku wisuda SD, di foto aku lihat bahuku jelas tinggi sebelah.
Kelima, kalau aku tahan napas, aku lihat perutku, pasti tulang rusuk ku posisinya beda sebelah.
Keenam, bagian (maaf) p******a ku beda, dan bukan karena pengaruh detak jantung.
Ketujuh, aku tiba-tiba suka sesak napas, dan ternyata itu paru-paru ku lagi “kegencet” tulang rusuk.

Tapi itu semua aku abaikan, kadang aku ga bilang ke orang tuaku, dan karena aku ngga tau bahwa itu adalah gejala scoliosis…

Sempat nyesel se-nyesel nyeselnya orang nyesel, marah sama diri sendiri, sampai nangis. Ngga tau harus apa. Berenang pun ngga terlalu berhasil.

Salah satu yang aku takutin adalah kehamilan. Kenapa? Karena tulang belakang itu berpengaruh sama posisi Rahim. Dan kalaupun insya Allah aku hamil nanti, akan ada banyak “kesakitan” karena yang menopang tubuh paling penting adalah si tulang belakang ini.

Kenapa aku bisa scoliosis? Kita pun juga ngga tau. Bayangin aja, gejala itu dari aku SD, sedangkan aku baru periksa ke dokter pas SMP, jadi ngga langsung terdeteksi. Bisa karena posisi duduk, bawa beban banyak, keturunan, atau posisi pas di kandungan. Wallaualam aja..

Aku juga suka ngga tega kalau minta pijitin punggung ke ayah. Kondisi secapek apapun ayah selalu mau mijitin punggung yang gampang ngilu dan sakit ini, bahkan sampai sekarang. Mungkin kalian anggap lebay, tapi kalau aku ngga sendera, berdiri terlalu lama, duduk terlalu lama, itu sakitnya bener-bener ngilu banget sampai bikin sesek napas.
 
Source: Google
Sebenernya tujuan aku nulis ini supaya kalian, terutama wanita, lebih peduli sama badannya, bahkan mungkin sama anak perempuannya nanti. Aku ga mau kalian, atau keturunan kalian, mengalami apa yang aku alami. Karena scoliosis sekarang udah masuk kategori penyakit yang berbahaya di dunia.
Gimana cara cek apakah kita scoliosis atau tidak selain rontgen yang memang mahal? Kalian cukup berdiri dengan posisi ruku di hadapan cermin atau orang lain, lalu perhatikan apakah punggung kalian terlihat naik sebelah atau tidak? Kalau memang iya, langsung periksa ke dokter dan JANGAN DITUNDA apalagi DISEPELEKAN.
Dan untuk tempat penyembuhan dengan brace, kalian bisa ke D’Ortho di Kav. E 4. Lantai 2 Unit 07 Bellagio Boutique Mall, RT.5/RW.2, Kuningan Tim., Kecamatan Setiabudi, DKI Jakarta.
 
Rontgen terakhir, Juni 2014, atas 32 derajat-bawah 24 derajat

Disini, aku bukan minta belas kasihan, tapi cuma pingin kalian tetap bersyukur atas segala nikmat dan kesempurnaan kalian. aku-pun kadang juga suka bersyukur habis mengeluh.
Sekian dulu cerita kali ini, semoga bermanfaat!




No comments:

LATEST POSTS

Powered by Blogger.